Permasalahan Derajat Perkaderan Dan Pimpinan



Oleh :

Yassir Arafath 

(Alumni Taruna Melati 2 PD IPM Banjar)


Permasalahan dalam sebuah organisasi itu wajar saja, bahkan mungkin terasa aneh jika suatu organisasi tidak mempunyai masalah bahkan itu seharusnya yang menjadi masalah. Karena permasalahan harus diselesaikan untuk mengingat basis pergerakan organisasi. Biasanya pelajar atau remaja identik dengan ke egoisan yang sangat tinggi dan rasa ingin tahu yang juga sangat tinggi.

Banyak kawan kawan pelajar yang suka tampil di depan dan banyak juga kawan kawan pelajar tidak menampilkan dirinya, tetapi masalah ke ilmuan dan ideologi dia sangat kuat, bahkan bisa melebihi kawan kawan yang sering tampil di muka. Lebih bagus lagi orang yang berani tampil dimuka di suatu organisasi diimbangi dengan keilmuannya itu sangat mencakup kesempurnaan.

Perbedaan tingkat perkaderan Bukan untuk di bandingkan. Perkaderan yang kita ikuti seharusnya berbanding lurus dengan pimpinan kita maupun itu proses perkaderan formal atau non formal. Dalam proses itu kita bukan hanya belajar tentang teori bagaimana cara memecahkan masalah tetapi bagaimana kita untuk berfikir kritis sampai pemikiran itu perlahan-lahan terbentuk.

Perbedaan perkaderan dalam suatu pimpinan bukanlah masalah yang sangat besar dan juga bukan untuk membanding-badingkan mana yang lebih tinggi atau mana yang lebih berkuasa. Tetapi ini adalah sebuah acuan demi berjalannya suatu pimpinan dan perkaderan yang baik.

Perjalanan setiap perkaderan yang di jalani dengan serius menjadikan setiap pribadi sesorang yang mengikutinya bukan hanya kader yang kuat secara fisik tetapi seluruh aspek dalam diri seorang kader.

Permasalahan perkaderan yang sering jadi permasalahan. Semakin ke sini kita semakin melihat fakta yang kita lihat adalah para kader yang mengisi pimpinan terlaampau muda, syarat perkaderan yang di ikuti sesuai dengan syarat pimpinan atau kader kader tersebut memiliki progres yang baik dalam perkaderanya dan ada juga karena tidak ada lagi yang akan mengisi kepemimpinan, mau tidak  mau harus memasukan seluruh kader meskipun mekesampingkan latar belakang perkaderan karena dapat menyusul di kemudian hari selagi kadenya mau mengisi kepemimpinan.

Terlepas dari beberapa alasan yang diatas pastinya setiap kader yang akan meninggalkan pimpinannya ingin keberlangsungan pimpinan tidak berhenti kepada mereka. Tetapi ada estafet perkaderan yang tidak boleh berhenti apa lagi mati.

Terkesan hanya mengejar posisi strategis pimpinan, sepertinya juga terlampau gengsi karena sudah merasa berada di posisi strategis pimpinan dan tidak mau disamakan tingkat perkaderan dengan pimpinan di bawah nya, sehingga dapat kita Tarik kesimpulan bahwa mereka keliru mengartikan maksud dari perkaderan untuk pimpinan.

Ini menjadi tugas kita Bersama untuk memulai Menyusun strategi-strategi dalam memberdayakann para kader agar perkaderan dan pergerakan kepemimpinan semakin membaik tanpa adanya diskriminasi.


“Salam literasi dan salam lestari”

Posting Komentar

0 Komentar